SEBUAH KEMATIAN YANG SANGAT INDAH


25 Desember 2012  · 


Bismillahir-Rahmanir-Rahim ...

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku
selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula
ayahku, ia selalu dalam Shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.

Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada’ diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!” Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.

Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin
jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.

Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-
teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.

Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan
dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.

Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku
membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.

Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian…
banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas.

Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku’sebatang kara. Hampir tiap’•hari yang
kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan
lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah
kulupakan.

Ketika kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan.Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami
dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras.

Kami mengalihkan pandangan. Teryata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah
berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong Korban.

Kejadian yarng sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis kedua nya
segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan ditanah.

Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan.
Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka
mengucapkan kalimat syahadat. : Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.

Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.

Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu
membaca syahadat.

Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah
menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun
keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.

Tak ada gunanya… Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia.

Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah
pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.

Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu
makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.

Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.

Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang
yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada
yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada
kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.

Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu… sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.

Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk
menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang.

Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.

Aku dengan seorang kawan, bukan yang menemani-ku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju
tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar
langsung mendapat penanganan. Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at
menjalankan perintah agama.

Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia
menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara
yang keluar dari mulutnya.Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah “Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan,ia hampir mati.

Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat- ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama
hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan’ al quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam
sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman” aku Meyakinka diriku sendiri.

Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Quran yang merdu itu. Sekonyong-
konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga. tiba-tiba suara itu berhenti. Aku
menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai,
aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah
meninggal dunia.

Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui
kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya.

Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam
mobil betul-betul sangat mengharukan.

Sampai di rumah sakit…Kepada orang-orang di sana kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan
peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami,
sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera
menghampiri jenazah dan mencium keningnya.

Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan
jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin
ikut menyalatinya. salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum.

Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkanl
ketika kecelakaan sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia
lakukan setiap hari Senin.

Di sana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan,
mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak
lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada
orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.

Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan
halus. “Justru saya memanfaatkan waktu pejalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-
Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap
langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum. Aku ikut menyalati jenazah dan mengantamya sampai ke
kuburan.

Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat. “Dengan nama Allah
dan atas ngama Rasulullah”. pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah
keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya… Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…

Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia.Aku benar-benar bertaubat
dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan
meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta
menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Aamiin ....
Previous
Next Post »


Dimohon untuk tidak membuat komentar yang berisi :
1. Kata-kata Kotor.
2. Sara atau Rasis.
3. Dan berkomentar Negatif lainya.

Komentar yang mengandung unsur diatas akan langsung saya hapus.
Terimakasih. ConversionConversion EmoticonEmoticon

Thanks for your comment